Jumat 31 Jul 2020 01:16 WIB

Okupansi Apartemen Sewa Jakarta Turun 13,2 Persen

Pandemi Covid-19 ikut menekan okupansi apartemen sewa di Jakarta.

 Apartemen di kawasan Jakarta Timur, Ahad (10/9).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Apartemen di kawasan Jakarta Timur, Ahad (10/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan konsultan properti Knight Frank Indonesia menyebut tingkat hunian atau okupansi apartemen sewa di Jakarta sepanjang Semester I 2020 rata-rata sebesar 59,8 persen. Rata-rata tingkat hunia ini turun 13,2 persen dibandingkan Semester II 2019 seiring dengan dampak kondisi pandemi yang terjadi saat ini.

"Okupansi yang tertekan ini terjadi karena mayoritas penyewa adalah korporasi, ekspatriat yang pada saat pandemi banyak yang pulang ke negaranya atau diminta pulang," kata Associate Director, Strategic Consultancy Knight Frank Indonesia Donan Aditria dalam Jakarta Property Highlight yang digelar secara daring, Kamis (30/7).

Baca Juga

Tingkat okupansi rata-rata pada awal semester 2020 melemah sebagai dampak kumulatif dari pembatalan penghuni baru dan pemutusan sewa jangka pendek. Namun, sebagian besar penghuni yang menyewa untuk jangka panjang masih stabil.

Donan menjelaskan, penurunan juga terjadi segi harga sewa rata-rata yang turun 14 persen bila dibandingkan dengan Semester II 2019.

Rata-rata harga sewa mengalami penurunan secara keseluruhan, tapi yang terbanyak terjadi di apartemen sewa non-servis yang berada di (central business district/CBD) dibandingkan dengan apartemen servis di CBD dan apartemen servis di kawasan premium non CBD.

Donan menuturkan pasokan apartemen sewa juga menurun lantaran dua proyek di Jakarta Pusat berhenti melakukan transaksi penyewaan sementara ini di tengah pandemi. "Meski begitu, masih ada pasokan yang akan masuk. Kami estimasikan sampai 2023 ada 1.417 unit dari sembilan proyek baru. Imi tidak banyak, tapi untuk apartemen servis dengan kondisi seperti ini, ini perlu diantisipasi lebih lanjut," katanya.

Donan memprediksi hingga akhir tahun akan ada penurunan okupansi yang lebih tajam di kisaran 40 persen hingga 50 persen karena belum semua terpotret di Semester I 2020. Selain itu, faktor kondisi ekonomi yang tidak bisa langsung rebound setelah pandemi diprediksi masih akan menekan penyewaan apartemen.

"Untuk apartemen servis, ini berbanding lurus dengan bisnis karena kebanyakan tenant adalah profesional, ekspatriat yang disewa korporasi. Kalau ekonomi pulih pun, bisnis tidak bisa langsung rebound. Apartemen servis juga mengikuti, cenderung masih akan tertekan," katanya.

Ia mengatakan angka okupansi apartemen sewa itu bisa dikatakan yang terburuk sepanjang sejarah karena selain pemain yang tidak banyak, mayoritas merupakan operator asing. Masalah lainnya, operator apartemen sewa kini harus bersaing langsung dengan sektor perhotelan yang juga menawarkan layanan menginap dalam waktu lama (long stay).

"Jadi mereka berada di segmen yang sama untuk head to head. Ini memperberat kondisi apartemen servis," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement