Jumat 12 May 2023 17:55 WIB

Gejala Talasemia pada Anak: Wajah Pucat, Kulit Kuning, dan Perut Buncit

Anak pengidap talasemia disarankan tidak mengonsumsi vitamin C kadar tinggi.

 Seorang anak menderita talasemia (ilustrasi). Gejala talasemia pada anak di antaranya wajah pucat, kulit kuning, dan perut buncit.
Foto: www.hippopx.com
Seorang anak menderita talasemia (ilustrasi). Gejala talasemia pada anak di antaranya wajah pucat, kulit kuning, dan perut buncit.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konsultan dan ahli hemato-onkologi Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) dr Teny Tjitra Sari mengatakan, pasien dengan talasemia atau kelainan darah tetap bisa hidup sehat dengan tata laksana yang benar.

"Selama dia mendapatkan tata laksana yang baik, sel darah merah bisa membawa oksigen untuk tumbuh kembang anak, jadi kalau transfusinya bagus, obat-obatan menunjang kualitas hidup, akan menghasilkan anak-anak talasemia yang bisa hidup sehat dan kualitasnya baik," kata dia dalam diskusi memperingati Hari Talasemia Sedunia yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat (12/5/2023).

Baca Juga

Diskusi daring tentang talasemia pada anak diselenggarakan oleh Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dalam rangka Hari Talasemia Sedunia yang diperingati setiap 8 Mei. Ia menjelaskan, talasemia adalah penyakit keturunan atau genetik dengan gejala yang paling umum ditemukan yakni wajah yang pucat, kulit yang kuning, dan perut yang buncit akibat pembengkakan pada hati dan limpa.

Dia mengatakan, meski hampir mirip dengan penyakit kekurangan zat besi atau anemia, kedua penyakit ini sangat berbeda. Pasalnya, talasemia tidak dapat disembuhkan dan membutuhkan perawatan seumur hidup.

Penyakit ini adalah bawaan lahir, yaitu anak-anak tidak bisa menghasilkan sel darah merah dengan baik, yang tentu saja harus bergantung dengan orang lain untuk mendapatkan sel darah merah. "Tubuh mereka tidak bisa menghasilkan sel darah merah, jadi tumbuh kembangnya tidak bisa baik," kata dia.

Dia mengatakan, ketika tubuh tidak bisa menghasilkan sel darah merah, maka kemampuan paru-paru untuk memompa oksigen juga menjadi lemah. Untuk itu, menurut Teny, butuh perhatian khusus dari orang tua untuk merawat anak dengan talasemia, terutama terkait dengan nutrisi yang masuk dalam tubuh.

"Sebisa mungkin hindari makanan yang mengandung zat besi tinggi karena selain harus rutin transfusi dan minum obat, makanan yang paling bisa kita kontrol. Usahakan jangan mengonsumsi daging yang berwarna merah, jeroan seperti hati sapi dan ayam itu dilarang karena zat besinya tinggi sekali," ujarnya.

Selain makanan, suplemen seperti vitamin C dengan kadar tinggi juga dilarang. Vitamin C dapat menyerap zat besi sehingga pada penderita talasemia, zat besi tersebut dapat ikut pecah. "Jeruk boleh, kadarnya maksimal 75 mg, paling cuma bisa satu buah, lalu kismis yang biasanya ada di roti, itu vitamin C-nya tinggi, juga tidak boleh. Kalau susu, sangat dianjurkan karena susu itu bagus untuk memberi nutrisi pada tulang-tulang," ujarnya.

Mengingat talasemia adalah penyakit keturunan, ia menyarankan agar pasangan yang akan menikah memeriksakan darah terlebih dahulu di fasilitas kesehatan yang menyediakan analisis hemoglobin (protein yang ada dalam sel darah merah). "Sebenarnya pemerintah sudah mencanangkan analisis hemoglobin (HB) pada anak-anak mulai dari kelas tujuh SMP, jadi dia sudah tahu jati dirinya, normal atau pembawa sifat. Kalau pembawa sifat, jangan bertemu dengan sesama pembawa sifat," ujar Teny.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement