REPUBLIKA.CO.ID, Hakim MK Saldi Isra mengungkapkan sikapnya mengenai beberapa putusan permohonan terkait batasan usia capres-cawapres pada Senin (16/10/2023) yang terkesan aneh. Saldi mengaku dirinya bingung karena putusan MK dinilai berubah-ubah dalam waktu singkat, yang berujung pada dibolehkannya kepala daerah maju dalam kontestasi pilpres meski belum berusia 40 tahun.
> Perkara Nomor 9/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023.
Dalam rapat permusyawaratan hakim untuk memutus perkara gelombang pertama pada tanggal 19 September 2023, Ketua MK Anwar Usman tidak ikut memutus perkara. Saat itu ada delapan hakim yang memutus perkara di mana, enam hakim menolak dan dua hakim menyatakan dissenting opinion.
"Hasilnya enam hakim konstitusi sepakat menolak dan memposisikan Pasal 169 huruf q UU 7 tahun 2017 sebagai kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang," kata Saldi.
> Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 dan 91/PUU-XXI/2023.
Ketua MK Anwar Usman, yang diketahui adalah adik ipar Presiden Jokowi, ikut memutus dalam perkara tersebut. Kehadiran Anwar Usman itu, menurut Saldi, tidak hanya menambah jumlah hakim pemutus perkara jadi sembilan, tapi juga mengubah posisi para hakim yang dalam gelombang pertama menolak menjadi mengabulkan sebagian permohonan.
“Sebagian hakim konstitusi dalam putusan MK Nomor 9/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023 yang berada pada posisi Pasal 169 huruf q sebagai kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang, kemudian pindah haluan dan mengambil posisi akhir dengan ‘mengabulkan sebagian’ perkara nomor 90/PUU-XXI/2023,” kata Saldi.
Sumber: Sidang Putusan MK, Senin (16/10/2023)
Pengolah: Andri Saubani