Kamis 20 Apr 2017 21:10 WIB

Pasar Seni Guwang Bali

.

Rep: Yogi Ardhi/ Red: Yogi Ardhi Cahyadi

Turis asing dari Asia Timur meninggalkan Pasar Seni Guwang Sukawati Kabupaten Gianyar Bali. Wisatawan asing dari kawasan ini dikenal gemar berbelanja di kawasan wisata yang dikunjunginya. (FOTO : Yogi Ardhi/Republika)

Pedagang lukisan di Pasar Seni Guwang Sukawati Kabupaten Gianyar Bali menunggu pengunjung. (FOTO : Yogi Ardhi/Republika)

Pelajar SMA asal Pulau Jawa melintasi deretan lukisan di Pasar Seni Guwang Sukawati Kabupaten Gianyar Bali. (FOTO : Yogi Ardhi/Republika)

Berbagai jenis kaos dan celana bernuanasa pantai menjadi salah satu komoditas di Pasar Seni Guwang Sukawati Kabupaten Gianyar Bali menunggu pengunjung. (FOTO : Yogi Ardhi/Republika)

Pedagang dan calon pembeli menawar dengan memanfaatkan kalkulator sebagai 'bahasa universal'. (FOTO : Yogi Ardhi/Republika)

Seorang anak pedagang di Pasar Seni Guwang Sukawati Kabupaten Gianyar Bali terlelap di antara barang dagangannya. (FOTO : Yogi Ardhi/Republika)

Pedagang di Pasar Seni Guwang Sukawati Kabupaten Gianyar Bali menunggu pengungung dengan membuat hiasan bahan sesaji. (FOTO : Yogi Ardhi/Republika)

inline

REPUBLIKA.CO.ID, GIANYAR -- Bepergian ke daerah wisata tidak lengkap rasanya jika tidak membeli cenderamata khas daerah tersebut. Terlebih jika daerah yang kita kunjungi dikenal dengan kekayaan seni dan  budayanya. Pasar Seni Guwang di Kabupaten Gianyar Bali adalah contoh potret pasar tradisional yang mempertemukan wisatawan dan pedagang barang seni.

 

Berbagai jenis barang seni dapat ditemukan di sini, mulai dari ukiran, anyaman, kaos hingga lukisan. Berbeda dengan toko-toko cinderamata modern barang-barang di sini dijual dengan harga beragam. Semakin piawai Anda dalam menawar, si penjual akan menyerah dengan harga hingga 1/3 dari yang ditawarkan.

 

Sebagai sebuah destinasi wisata belanja murah meriah, pasar ini didatangi berbagai kalangan wisatawan dalam dan luar negeri. Wisatawan dari daratan kawasan Cina dan Taiwan dikenal royal dalam membelanjakan rupiahnya. Kendala bahasa tidak menjadi soal. Beberapa pedagang tampak menguasai bahasa mandarin dasar. Lainnya tetap semangat menawarkan dagangannya dengan bahasa isyarat hingga bahasa universal angka-angka. Kalkulator pun menjadi ‘penterjemah’ antara penjual dan pembeli.

 

Belakangan pedagang di pasar tradisional ini mengeluhkan menurunnya kedatangan pembeli. Penyebabnya menjamurnya toko-toko oleh-oleh modern bermodal besar yang ada di tengah kota. Pemandu wisata pun lebih sering membawa turis yang dipandunya ke sana.  Diperlukan campurtangan pemerintah agar kepentingan pedagang kecil dan pemodal besar tetap dapat bersanding seiring.

sumber : Republika Foto
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement