Rabu 26 Apr 2017 22:03 WIB

Nestapa Nelayan Kerang Hijau Muara Angke (Bagian Dua)

.

Rep: Wihdan Hidayat/ Red: Yogi Ardhi Cahyadi

Nelayan kerang hijau Muara Angke menyeret kerang-kerang hasil olahan di antara serpihan cangkang kerang. (FOTO : Wihdan Hidayat/Republika)

Suasana lengang di perkambungan nelayan kerang hijau Muara Angke. (FOTO : Wihdan HIdayat/Republika)

Nelayan kerang hijau Muara Angke dengan latar bangunan apartemen di lahan reklamasi yang telah dibangun sejak era Presiden Soeharto (FOTO : Wihdan Hidayat/Republika)

Nelayan kerang hijau Muara Angke menambatkan perahunya di dermaga. Di garis cakrawala proses reklamasi telah menggusur tempat-tempat peterenakan kerang hijau di Teluk Jakarta. (FOTO : Wihdan HIdayat/Republika)

Spanduk penolakan proses reklamasi terpasang di desa nelayan kerang hijau Muara Angke. (FOTO : Wihdan Hidayat/Republika)

inline

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pesimisme tersirat dari beberapa nelayan yang dijumpai di sana. Pasalnya, kerang hijau menjadi ujung tombak perekonomian sudah runtuh produktifitasnya. “Sejak ada proyek pulau reklamasi ternak kerang hijau habis,” ujar Syarief yang dijumpai di sana. Sejak ada proyek rekalamasi ternak kerang hijau tidak dierbolehkan lagi. Tiga Ribuan peternak kerang hijau harus menghentikan produksinya di tepian Pantai Muara Angke. Dan lokasi tersebut sudah diurug menjadi sebuah pulau baru.

 

 

 

 

 

“Dulu mengambil kerang hijau hanya di bibir pantai, sekarang harus sampai Tanjung kait Serang,” lanjut Syarief. Produksi kerang hijau ratusan ton setiap hari ambruk dalam sekejap. Beban produksi yang tinggi tidak sebanding dengan tangkapan menjadi penyebab turunya penghasilan di sana. Sebelum reklamasi dalam sehari pengasilan mencapai Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu per hari. Kini, penghasilan hanya cukup untuk bertahan hidup saja.

sumber : Republika Foto
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement