Dua Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra (kiri), dan Zain Badjeber memberikan keterangan saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/7). (FOTO : Republika/ Yasin Habibi)
Dua Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra (kiri), dan Zain Badjeber memberikan keterangan saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/7). (FOTO : Republika/ Yasin Habibi)
Dua Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra (kiri), dan Zain Badjeber memberikan keterangan saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/7). (FOTO : Republika/ Yasin Habibi)
Dua Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra (kiri), dan Zain Badjeber memberikan keterangan saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/7). (FOTO : Republika/ Yasin Habibi)
Dua Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra (kiri), dan Zain Badjeber memberikan keterangan saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/7). (FOTO : Republika/ Yasin Habibi)
inline
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra memberikan keterangan saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/7).
Rapat tersebut meminta penjelasan dua pakar hukum tata negara soal keberadaan hak angket DPR, sejarah penyusunan RUU KPK dan posisi KPK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.