Selasa 05 Dec 2017 23:01 WIB

Kisruh Vaksin Anti DBD di Filipina

.

Rep: Republika, AP Photo/ Red: Yogi Ardhi Cahyadi

Aksi unjuk rasa menuntut penjelasan isu vaksin anti-DBD Dengvaxia terhadap 700 ribu anak Filipina di depan Departemen Kesehatan Filipina, Manila, Selasa (5/12). (FOTO : Bullit Marquez/AP)

Petugas kesehatan Manila menunjukkan vaksin anti-DBD yang ditarik dari peredaran ke dalam lemari pendingin di Manila, Selasa (5/12). (FOTO : Bullit Marquez/AP)

Petugas kesehatan Manila memindahkan vaksin anti-DBD yang ditarik dari peredaran ke dalam lemari pendingin di Manila, Selasa (5/12). (FOTO : Bullit Marquez/AP)

Pengunjukrasa membakar mockup nyamuk pada aksi unjuk rasa menuntut penjelasan isu vaksin anti-DBD Dengvaxia terhadap 700 ribu anak Filipina di depan Departemen Kesehatan Filipina, Manila, Selasa (5/12). (FOTO : Bullit Marquez/AP)

Petugas kesehatan Manila memindahkan botol kosong vaksin anti-DBD di, Manila, Selasa (5/12). (FOTO : Bullit Marquez/AP)

Dr. Ng Su Peing, Global Medical Head, Sanofi Pasteur membawa dokumen pada sesi konferensi pers di Manila Filipina, Senin (4/12). (FOTO : Bullit Marquez/AP)

inline

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Filipina pada Senin (4/12), memerintahkan penyelidikan mengenai imunisasi vaksin demam berdarah pada lebih dari 730 ribu anak-anak. Penyelidikan ini terkait dengan dihentikan program vaksinasi menyusul pengumuman perusahaan obat Prancis Sanofi bahwa vaksin tersebut dapat memperburuk penyakit pada beberapa penderita.

Lembaga swadaya masyarakat di Filipina mengatakan, menerima informasi bahwa tiga anak-anak, yang divaksinasi dengan vaksin Dengvaxia pada April 2016, meninggal. Namun, Sanofi mengatakan, bahwa tidak ada kematian dilaporkan sebagai akibat dari program tersebut.

"Sejauh yang kami tahu, dan sejauh yang kami sadari, tidak ada kematian dilaporkan terkait vaksinasi demam berdarah," kata Ruby Dizon, direktur kesehatan Sanofi Pasteur Filipina dalam jumpa pers di Manila.

Pada pekan lalu, Departemen Kesehatan Filipina menghentikan penggunaan vaksin Dengvaxia setelah Sanofi mengatakan bahwa vaksin itu harus betul-betul dibatasi karena bukti bahwa vaksin tersebut dapat memperburuk penyakit pada yang sebelumnya tidak pernah terpapar infeksi.

sumber : Republika, AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement