Dalam foto file bulan September 2017, seorang pria Muslim Rohingya menggendong anak bayinya yang tewas akibat perahu yang mereka tumpangi tenggelam, ketika menyelematkan diri dari genosida militer Myanmar. (FOTO : AP/Dar Yasin)
Dalam foto file bulan September 2017, seorang anak Muslim etnis Rohingya menangis ketika berebut pembagian makanan di kamp pengungsian Cox Bazar, Bangladesh. (FOTO : AP/Dar Yasin)
Dalam foto file bulan September 2017, sejumlah pengungsi perempuan Muslim Rohingya berebut pembagian makanan di kamp pengungsian Balukhali, Bangladesh. (FOTO : AP/Dar Yasin)
Pengungsi Muslim Rohingya melintasi sungai Naf di perbatasan Myanmar-Bangladesh, untuk menyelematkan diri mereka dari genosida militer Myanmar. (foto file) (FOTO : AP/Bernat Armangue)
Seorang anak pengungsi Muslim Rohingya membawa selimut di lokasi pengungsian Kutupalong di Ukhiya, Bangladesh, Kamis (21/12). (FOTO : AP/Bernat Armangue)
Anak-anak pengungsi Muslim Rohingya bermain di lokasi pengungsian Kutupalong di Ukhiya, Bangladesh, Kamis (21/12). (FOTO : AP/A.M. Ahad)
Citra satelit dari Human Rights Watch / Digital Globe ini menunjukkan empat desa di kota Maungdaw, negara bagian Rakhine utara, Myanmar pada 2 Desember 2017. (FOTO : Human Rights Watch/Digital Globe via AP)
inline
REPUBLIKA.CO.ID, Di tahun 2017, dunia menyaksikan tragedi kemanusiaan yang masih terjadi pada zaman modern. Ratusan ribu etnis Muslim Rohingya dipaksa meninggalkan tempat tinggal mereka oleh aparat militer Myanmar, setelah desa yang mereka tempati dibakar dan ribuan warga Muslim Rohingya tewas dibunuh.
Sekitar 850 ribu dari total jumlah penduduk 1,3 juta orang Muslim Rohingya, telah menyelamatkan diri dan mengungsi ke daerah perbatasan Bangladesh-Myanmar.