Jumat 23 Feb 2018 22:09 WIB

Membaca Ayat Suci dengan Jemari (1)

Mereka mengandalkan jari jemarinya untuk mengenal huruf arab dalam bentuk Braille. .

Rep: Putra M Akbar/ Red: Yogi Ardhi Cahyadi

Daftar nama peserta pengajian tuna netra. (FOTO : Putra M Akbar/Republika)

Peserta memanfaatkan rekaman di ponselnya untuk menhafal bacaan Al Quran. (FOTO : Putra M Akbar/Republika)

Peminat pengajian Quran bagi penyandang tuna netra cukup tinggi sehingga jumlahnya dibatasi. (FOTO : Putra M Akbar/Republika)

Pengajian dibimbing ustad yang juga penyandang tuna netra. (FOTO : Putra M Akbar/Republika)

Refleksi jemari penyandang tuna netra saat membaca Quran Braille. (FOTO : Putra M Akbar/Republika)

inline

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lantunan ayat suci Al- Quran terdengar dari balik pintu sebuah bangunan rumah kontrakan di Jalan Komplek DPR II, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Sebuah pengajian beranggotakan perempuan dan laki-laki separuh baya digelar di tempat tersebut. Namun, tidak seperti pengajian pada umumnya peserta belajar membaca Al-Quran ini terdiri dari kaum tuna netra.

 

Rumah Al-Quran Braille Al-Ihya (RABA) begitulah namanya  dikenal oleh para penyandang tuna netra. Menjadi tempat mereka berkumpul dan belajar bersama membaca Al-Quran.  Pengajian tersebut dipimpin oleh Furqon Hidayat salah satu pengajar yang juga penyandang tuna netra dengan 20 murid didik dalam satu kelompoknya.

 

Metode pembelajaran diawali dengan tahfidz Al-Quran sebanyak dua ayat. Lalu dilanjutkan dengan membaca Al-Quran braille, dan ditutup dengan sedikit tausiyah lalu sholat berjamaah. Semua program pembelajaran tersebut dapat diikuti oleh para penyandang tuna netra secara cuma-cuma. RABA juga memberikan fasilitas berupa makan siang dan santunan transport untuk mengapresiasi semangat para penyandang tuna netra dengan keterbatasannya untuk mempelajari Al-Quran. 

 

Belajar membaca Al-Quran tanpa melihat bukanlah hal yang mudah apalagi para penyandang tuna netra. Mereka mengandalkan jari jemarinya untuk mengenal huruf-huruf  arab yang di transliterasi menjadi kombinasi titik timbul sebagaimana huruf Braille. “Membaca Al-Quran dengan meraba jauh lebih sulit. Bisa mencapai dua tiga kali lipat kesulitannya (dibanding membaca biasa). Karena harus menyesuaikan kecepatan jari dan mulut untuk membacanya,” ujar Furqon.

 

 

 

sumber : Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement