Senin 26 Mar 2018 22:08 WIB

Pendidikan bagi Anak-anak Pengungsi (1)

Meski belum Konvensi 1951 diratifikasi, Indonesia telah menerima ribuan pengungsi..

Rep: FB Anggoro/ Red: Yogi Ardhi Cahyadi

Sejumlah pengungsi anak berdiri di depan pintu ruang kelas di rumah komunitas di Kota Pekanbaru, Riau, (FOTO : FB Anggoro/Antara)

Seorang ibu dan anak-anak pengungsi di rumah komunitas untuk pengungsi dan pencari suaka di Kota Pekanbaru, Riau. (FOTO : FB Anggoro/Antara)

Papan tulis di kelas untuk pengungsi di rumah komunitas di Kota Pekanbaru. (FOTO : FB Anggoro/Antara)

Seorang pengungsi anak belajar menggunakan buku pelajaran berbahasa Phastun di rumah komunitas di Kota Pekanbaru, Riau, (FOTO : FB Anggoro/Antara)

Seorang pengungsi menjadi guru secara sukarela untuk pengungsi anak di rumah komunitas di Kota Pekanbaru, Riau. (FOTO : FB Anggoro/Antara)

inline

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Setiap konflik selalu menyebabkan kerugian paling besar bagi anak-anak yang terpaksa harus menjadi pengungsi. Mereka adalah korban perang yang tidak berkesudahan di negara-negara di Asia Tengah, Timur Tengah dan Afrika, yang menimbulkan gelombang pengungsi masuk ke Indonesia. 

 

Meski belum meratifikasi Konvensi 1951 mengenai pengungsi, Indonesia telah lama menerima pengungsi karena alasan kemanusiaan. Bahkan, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 tahun 2016 tentang Pengungsi Dari Luar Negeri.

 

Berdasarkan data UNHCR, atau lembaga PBB yang mengurus pengungsi, ada lebih dari 14.000 orang pengungsi yang kini berada di Indonesia. Saat ini ada 1.176 orang imigran di Pekanbaru, Riau yang sekitar 70 persen berstatus pengungsi dan sisanya masih dalam proses mencari suaka. Mereka paling banyak berasal dari Afghanistan, yakni mencapai 930 Orang, sisanya dari Irak, Iran, Palestina, Sudan, Myanmar Rohingnya, Somalia, Pakistan, Srilanka, Bangladesh, serta dari Yordania dan Suriah. 

 

Sekitar 239 dari 1176 pengungsi dan pencari suaka di Pekanbaru adalah anak-anak yang berumur di bawah 17 tahun. Mereka rata-rata sudah tinggal 4-5 tahun, namun belum kunjung mendapatkan persetujuan status warga negara dari negara tujuan. 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement