REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Sementara itu, negara tujuan seperti Australia yang sebenarnya sudah meratifikasi Konvensi Pengungsi, makin rapat menutup pintu bagi pengungsi dari negara-negara Islam. Kanada dan Selandia Baru, sangat selektif karena hanya menerima pengungsi yang muda dan punya keahlian khusus.
Hidup anak-anak pengungsi kini lebih baik di Indonesia, jauh dari perang dan bisa bebas bermain menikmati masa kanak-kanak mereka. Namun, kepastian mendapat akses ke pendidikan masih belum sepenuhnya mereka dapatkan.
Pendidikan untuk pengungsi anak hingga kini masih seadanya. Untuk tenaga pengajar lebih banyak dilakukan sukarela oleh sesama pengungsi yang punya latar belakang di dunia pendidikan atau guru. Sementara ruangan mengajar pun menggunakan salah satu ruang di dalam rumah komunitas sebagai kelas, yang difasilitasi IOM (International Organization for Migration).
Sudah saatnya semua pihak lebih memperhatikan pendidikan untuk pengungsi anak. Status pengungsi yang mereka sandang seharusnya tidak serta merta menghapus hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak demi masa depan mereka. Karena tidak ada satu pun anak di dunia ini yang bisa memilih seperti apa dan dimana dia dilahirkan.