Perang Tomat Ala Cikareumbi Lembang
Acara tradisi tahunan tersebut merupakan bagian dari acara syukuran warga..
Rep: Edi Yusuf/ Red: Mohamad Amin Madani
Prajurit lengkap dengan amunisi berupa tomat busuk siap bertempur pada acara Hajat Buruan dan Perang Tomat, di RW 3, Kampung Cikareumbi, Desa Cikidang, Kecamatan Lembang kabupaten Bandung Barat, Ahad (28/10). (FOTO : Republika/Edi Yusuf)
Warga dari anak-anak hingga dewasa saling lempar tomat busuk yang dikumpulkan dari kebun dan sisa returan yang tidak layak jual pada acara Hajat Buruan dan Perang Tomat, di RW 3, Kampung Cikareumbi, Desa Cikidang, Kecamatan Lembang kabupaten Bandung Barat, Ahad (28/10). (FOTO : Republika/Edi Yusuf)
Warga saling lempar tomat busuk yang dikumpulkan dari kebun dan sisa returan yang tidak layak jual pada acara Hajat Buruan dan Perang Tomat, di RW 3, Kampung Cikareumbi, Desa Cikidang, Kecamatan Lembang kabupaten Bandung Barat, Ahad (28/10). (FOTO : Republika/Edi Yusuf)
Warga saling lempar tomat busuk yang dikumpulkan dari kebun dan sisa returan yang tidak layak jual pada acara Hajat Buruan dan Perang Tomat, di RW 3, Kampung Cikareumbi, Desa Cikidang, Kecamatan Lembang kabupaten Bandung Barat, Ahad (28/10). (FOTO : Republika/Edi Yusuf)
Seorang peserta membawa pakaian perang yang akan dipakai para prajurit khusus pada acara Hajat Buruan dan Perang Tomat, di RW 3, Kampung Cikareumbi, Desa Cikidang, Kecamatan Lembang kabupaten Bandung Barat, Ahad (28/10). (FOTO : Republika/Edi Yusuf)
Seorang peserta memperlihatkan tomat busuk yang akan dipakai pada acara Hajat Buruan dan Perang Tomat, di RW 3, Kampung Cikareumbi, Desa Cikidang, Kecamatan Lembang kabupaten Bandung Barat, Ahad (28/10). (FOTO : Republika/Edi Yusuf)
inline
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Puluhan warga dari anak-anak hingga dewasa, laki-laki dan perempuan saling lempar tomat busuk yang dikumpulkan dari kebun dan sisa returan yang tidak layak jual pada acara "Hajat Buruan dan Perang Tomat" di RW 3, Kampung Cikareumbi, Desa Cikidang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Ahad (28/10).
Acara tradisi tahunan tersebut merupakan bagian dari acara syukuran warga atas rezeki tanah yang subur, air yang selalu mengalir serta hasil panenenan yang melimpah. Tomat yang telah hancur selanjutnya diolah menjadi kompos.