Jumat 14 Dec 2018 21:58 WIB

Penyintas Gempa dan Likuefaksi di Palu - Donggala (1)

.

Rep: Ismar Patrizki/ Antara/ Red: Yogi Ardhi

Subhan Bachong berpose di depan rumahnya yang rusak akibat likuifkasi di Petobo, Palu, Sulawesi Tengah. (FOTO : Wahyu Putro/Antara)

Lina berpose di depan rumahnya yang rusak akibat gempa dan tsunami di Lere, Palu, Sulawesi Tengah. (FOTO : Wahyu Putro/Antara)

Layla berpose di depan rumahnya yang rusak akibat gempa dan tsunami di Lere, Palu, Sulawesi Tengah. (FOTO : Wahyu Putro/Antara)

Suud Arrahman berpose di depan rumahnya yang rusak akibat gempa dan tsunami di Wani, Donggala, Sulawesi Tengah. (FOTO : Wahyu Putro/Antara)

Zidan (kanan) dan Caca berpose di depan rumahnya yang rusak akibat gempa dan tsunami di Wani, Donggala, Sulawesi Tengah. (FOTO : Wahyu Putro/Antara)

inline

REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Gempa berkekuatan 7,4 pada skala Richter (SR) yang disusul gelombang tsunami dan likuefaksi pada 28 September 2018 menghancurkan sejumlah kota di wilayah Sulawesi Tengah. Dua kota terdampak paling parah terjadi di Palu dan Donggala.

Runtutan petaka di Sulawesi Tengah mengakibatkan lebih dari 2.000 orang tewas, dan sekitar 10.000 luka-luka. Guncangan gempa, terjangan tsunami, serta gulungan tanah likuefaksi memporak-porandakan Palu-Donggala dan turut ‘menghancurkan’ pula para penyintas.

Subhan Bachong, salah seorang penyintas dari Palu menceritakan, ia berhasil menyelamatkan diri bersama anak istri sembari memapah kedua orang tuanya dari gempa yang disusul likuefaksi. Saat berlari menyelamatkan diri, dengan mata kepalanya ia menyaksikan puluhan orang tertimbun bersamaan dengan ditelannya Kampung Petobo oleh tanah yang mencair.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement