Warga memetik daun tembakau di Desa Kayumas, Arjasa, Situbondo, Jawa Timur, Kamis (14/9/2019). (FOTO : ANTARA FOTO)
Sejumlah karyawan mencoba motor listriik saat sosialisasi Motor Listrik on the road, di Padang, Sumatera Barat, Sabtu (14/9/2019). (FOTO : ANTARA FOTO)
Pengunjung mencoba aplikasi untuk mengenalkan pendapatan negara Pundi Uang Kita saat Ministry of Finance Festival (Mofest) 2019 di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (14/9/2019). (FOTO : ANTARA FOTO)
Petugas menunjukkan kepada pengunjung maket pembangunan Moda Raya Terpadu (MRT) fase 2 pada pameran Indo Trans Expo 2019 di JCC, Jakarta, Sabtu (14/9/2019). (FOTO : ANTARA FOTO)
Mantan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu (kanan) berbincang dengan CEO Lazada eLogistics Indonesia Juan Jose Caldera Barboza (kiri) disela-sela Seminar ekonomi internasional di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Sabtu (14/9/2019). (FOTO : ANTARA FOTO)
Pemimpin Divisi Bank DKI dan pengurus Baznas Bazis DKI Jakarta, berfoto dengan penerima santunan sebesar dalam bentuk tabungan Monas iB Bank DKI Syariah dalam Lebaran Anak Yatim di Jakarta (14/09). Bank DKI melalui Unit Usaha Syariah mengelola 1.000 rekening tabungan anak yatim penerima santunan tersebut. (FOTO : Bank DKI )
inline
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Asosiasi Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) menilai bahwa keputusan pemerintan menaikan cukai rokok dengan rata-rata 23 persen di harga jual eceran (HJE) sebesar 35 persen bakal memberatkan industri hasil tembakau (IHT). Ketua Umum Gappri Henry Najoan mengatakan, keputusan menaikkan tarif tersebut belum pernah dikomunikasikan sebelumnya dengan kalangan industri.
Menurut dia selama ini informasi kenaikan tarif cukai yang dikomunikasikan hanya di kisaran 10 persen. “Kenaikan 10 persen itu angka yang moderat bagi kami, ya meski berat,” kata Henry dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Sabtu (14/9).
sumber : Republika, Antara