REPUBLIKA.CO.ID, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini tak bisa langsung menggeledah atau memasang garis segel di lokasi yang dianggap terkait dengan tindak pidana korupsi. Hal terbukti saat KPK ingin memasang 'garis segel' di kantor PDIP.
KPK harus mendapat izin dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK. PDIP pun geram dengan langkah yang dilakukan penyidik KPK, dan mengancam akan mengadukan ke Dewas.
Berikut jalan terjal KPK dalam mengungkap kasus yang menjerat Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan membelit politikus PDIP Harun Masiku.
- 9 Januari 2020: KPK menetapkan Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina, Harun Masiku dan Saeful sebagai tersangka kasus suap pergantian antarwaktu (PAW).
- 9 Januari 2020: Penyidik KPK lakukan gerak cepat untuk menyegel atau membuat 'garis' di sejumlah ruangan terkait kasus tersebut, termasuk kantor ruang di kantor DPP PDIP. Namun upaya tersebut tidak berhasil karena penyidik dinilai tak punya izin dari Dewas.
- 13 Januari: Imigrasi menyatakan politikus PDIP Harun Masiku sudah ke Singapura sejak 6 Januari.
- 13 Januari: KPK geledah ruang Wahyu Setiawan di kantor KPU.
- 14 Januari: Ketua Dewas KPK berjanji akan percepat izin penggeledahan.
- 14 Januari: KPK geledah apartemen Harun Masiku di Jakarta Pusat.
- 15 Januari: KPK belum juga berhasil menggeledah ruang di kantor PDIP karena izin dari Dewas belum keluar.
- 15 Januari: PDIP bentuk tim hukum hadapi kasus Harun Masiku.
- 16 Januari: Tim hukum PDIP sambangi KPU, dan Dewas. Tim ingin melaporkan KPK ke Dewas.
- 17 Januari: KPK menyayangkan sikap dan pernyataan tim hukum PDIP.