REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Penanganan COVID-19 di Provinsi DKI Jakarta. Hal ini disampaikan langsung oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Anies Baswedan, di Balai Kota Jakarta, pada Kamis malam (9/10).
Pergub yang berisi 28 pasal ini menjadi dasar hukum atas pelakanaan PSBB yang dimulai Jumat (10/4) pukul 00.00 WIB hingga 23 April 2020, di seluruh wilayah Ibu Kota. “Di dalam Pergub ini, ditetapkan, pada prinsipnya, seluruh masyarakat Jakarta, selama dua pekan ke depan, diharapkan untuk berada di dalam rumah, dan mengurangi bahkan meniadakan kegiatan di luar. Tujuannya, untuk memangkas mata rantai penularan Covid-19, menyelamatkan diri kita, keluarga, tetangga, kolega, agar virus ini bisa kita kendalikan,” ungkap Gubernur Anies.
Adapun pembatasan aktivitas luar rumah yang diberlakukan, meliputi:
a. Pelaksanaan pembelajaran di sekolah dan/atau institusi pendidikan lainnya;
b. Aktivitas bekerja di tempat kerja;
c. Kegiatan keagamaan di rumah ibadah;
d. Kegiatan di tempat atau fasilitas umum;
e. Kegiatan sosial dan budaya; dan
f. Pergerakan orang dan barang menggunakan moda transportasi.
“Terkait dengan pembatasan aktivitas bekerja di tempat kerja, ini diatur di Pasal 9. Kewajiban untuk menghentikan kegiatan di tempat kerja atau di kantor itu berlaku untuk semua sektor, kecuali beberapa hal berikut.
Pertama, adalah kantor instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah. Kedua, adalah kantor perwakilan diplomatik dan organisasi internasional. Ketiga, adalah Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMN dan BUMD). Kemudian, juga untuk dunia usaha, sektor swasta, ada beberapa yang juga dikecualikan,” terang Gubernur Anies.
Adapun 11 sektor swasta yang dikecualikan, yaitu kesehatan, bahan pangan (makanan dan minuman), energi, komunikasi dan teknologi informasi. Selanjutnya keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar dan utilitas publik, serta industri yang ditetapkan sebagai obyek vital nasional atau obyek tertentu, dan swasta yang melayani kebutuhan sehari-hari.
“Misalnya, di dalam sektor konstruksi, maka semua pekerja harus berada di dalam lingkungan pekerjaan, tidak keluar-masuk. Pengelola proyek memiliki kewajiban untuk menyediakan tempat tinggal, tempat makan-minum, fasilitas kesehatan, sehingga mereka tidak harus meninggalkan lokasi proyek konstruksinya. Kemudian, di dalam sektor bahan makanan-minuman, warung, restoran, rumah makan bisa tetap buka, tetapi tidak diizinkan untuk makan atau menyantap makanan di lokasi. Semua makanan diambil, dibawa, atau tidak ada dine in, take away semua. Jadi kegiatan itu bisa jalan, tetapi dengan pembatasan,” jelasnya.
Sementara itu, untuk pembatasan moda transportasi yaitu kapasitas penumpang dibatasi menjadi 50 persen dari muatan kendaraan. Kendaraan pribadi diizinkan digunakan hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok dan untuk menunjang kegiatan yang termasuk dalam sektor-sektor yang dikecualikan.
“Ada batas maksimal, dalam satu kendaraan roda empat tidak lebih 50 persen dari jumlah kursinya. Semua harus menggunakan masker, yang meninggalkan rumah wajib menggunakan masker,” imbuh Gubernur Anies.
Untuk kendaraan roda dua, diizinkan untuk menjadi saranan angkutan, hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok dan menunjang kegiatan instansi yang dikecualikan. “Pergub harus sejalan dengan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 9 Tahun 2020, sehingga kita mengatur ojek sesuai dengan PMK tersebut, yaitu layanan barang. Dengan hanya mengangkut barang, tapi tidak untuk mengantar orang,” ujar Gubernur Anies.
Terkait pelanggaran atas pelaksanaan PSBB, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, termasuk sanksi pidana. Dari mulai pidana ringan dan bila berulang dapat menjadi lebih berat.
“Prosesnya nanti kita akan kerjakan bersama-sama dengan aparat penegak hukum untuk memastikan bahwa seluruh ketentuan ini dilaksanakan, termasuk juga ketentuan yang ada di Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 terkait Karantina Kesehatan, dimana bisa mendapatkan sanksi hukuman selama-lamanya 1 tahun dan denda sebesar-besarnya 100 juta rupiah,” paparnya.