Rabu 08 Jul 2020 22:58 WIB

Kuburan Massal Potocari, Saksi Bisu Genosida Muslim Bosnia

.

Red: Yogi Ardhi

Warga Bosnia penyintas Pembantaian Srebrenica, Ramiz Nukic berdoa di kuburan massal Potocari, Bosnia Herzegovina. (FOTO : REUTERS/Dado Ruvic)

Penampakan dari udara kuburan massal Potocari, Bosnia Herzegovina. Di sini ribuan muslim yang meminta perlindungan pasukan kemanan PBB Belanda dibantai pasukan Serbia. (FOTO : REUTERS/Dado Ruvic)

Penampakan dari udara kuburan massal Potocari, Bosnia Herzegovina. Di sini ribuan muslim yang meminta perlindungan pasukan kemanan PBB Belanda dibantai pasukan Serbia. (FOTO : REUTERS/Dado Ruvic)

Penampakan dari udara kuburan massal Potocari, Bosnia Herzegovina. Di sini ribuan muslim yang meminta perlindungan pasukan kemanan PBB Belanda dibantai pasukan Serbia. (FOTO : REUTERS/Dado Ruvic)

Penampakan dari udara kuburan massal Potocari, Bosnia Herzegovina. Di sini ribuan muslim yang meminta perlindungan pasukan kemanan PBB Belanda dibantai pasukan Serbia. (FOTO : REUTERS/Dado Ruvic)

Penampakan dari udara kuburan massal Potocari, Bosnia Herzegovina. Di sini ribuan muslim yang meminta perlindungan pasukan kemanan PBB Belanda dibantai pasukan Serbia. (FOTO : REUTERS/Dado Ruvic)

Penampakan dari udara kuburan massal Potocari, Bosnia Herzegovina. Di sini ribuan muslim yang meminta perlindungan pasukan kemanan PBB Belanda dibantai pasukan Serbia. (FOTO : REUTERS/Dado Ruvic)

inline

REPUBLIKA.CO.ID, KAMENICE -- Ribuan nisan di kuburan massal Potocari menjadi saksi bisu sejarah kelam peradaban manusia. Ribuan jasad warga Bosnia yang menjadi korban genosida tentara Serbia. 

Pembantaian ini terjadi 25 tahun lalu pada bulan Juli semasa Perang Bosnia. Pasukan Serbia Bosnia di bawah pimpinan Jendral Ratko Mladic menyerbu Seebrenica Timur. Di tempat ini 40.000 pengungsi Bosnia meminta perlindungan pasukan keamanan PBB dari Belanda.  

Peristiwa ini pun menjadi catatan hitam pasukan perdamaian PBB yang tidak mampu melindungi pengungsi muslim Bosnia dari pasukan Serbia Bosnia.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement