Sejumlah aktivis dari lembaga Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) menunjukkan contoh sampah impor dalam aksi damai menuntut penghentian masuknya sampah impor di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (3/5/2021). Mereka juga menuntut pemerintah untuk tegas menindak perusahaan yang melakukan pencemaran dengan membuang limbah dari olahan sampah impor ke sejumlah sungai besar di Jawa, seperti Brantas, Bengawan Solo, Citarum, dan Ciujung karena merusak ekosistem setempat dan menganggu kenyamanan masyarakat sekitar (FOTO : ANTARA/Aditya Pradana Putra)
Aktivis dari lembaga Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) membawa poster dalam aksi damai menuntut penghentian masuknya sampah impor di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (3/5/2021). Mereka juga menuntut pemerintah untuk tegas menindak perusahaan yang melakukan pencemaran dengan membuang limbah dari olahan sampah impor ke sejumlah sungai besar di Jawa, seperti Brantas, Bengawan Solo, Citarum, dan Ciujung karena merusak ekosistem setempat dan menganggu kenyamanan masyarakat sekitar. (FOTO : ANTARA/Aditya Pradana Putra)
Aktivis dari lembaga Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) membawa poster dalam aksi damai menuntut penghentian masuknya sampah impor di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (3/5/2021). Mereka juga menuntut pemerintah untuk tegas menindak perusahaan yang melakukan pencemaran dengan membuang limbah dari olahan sampah impor ke sejumlah sungai besar di Jawa, seperti Brantas, Bengawan Solo, Citarum, dan Ciujung karena merusak ekosistem setempat dan menganggu kenyamanan masyarakat sekitar. (FOTO : ANTARA/Aditya Pradana Putra)
Sejumlah aktivis dari lembaga Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) menunjukkan contoh sampah impor dalam aksi damai menuntut penghentian masuknya sampah impor di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (3/5/2021). Mereka juga menuntut pemerintah untuk tegas menindak perusahaan yang melakukan pencemaran dengan membuang limbah dari olahan sampah impor ke sejumlah sungai besar di Jawa, seperti Brantas, Bengawan Solo, Citarum, dan Ciujung karena merusak ekosistem setempat dan menganggu kenyamanan masyarakat sekitar. (FOTO : ANTARA/Aditya Pradana Putra)
Sejumlah aktivis dari lembaga Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) membawa poster dalam aksi damai menuntut penghentian masuknya sampah impor di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (3/5/2021). Mereka juga menuntut pemerintah untuk tegas menindak perusahaan yang melakukan pencemaran dengan membuang limbah dari olahan sampah impor ke sejumlah sungai besar di Jawa, seperti Brantas, Bengawan Solo, Citarum, dan Ciujung karena merusak ekosistem setempat dan menganggu kenyamanan masyarakat sekitar. (FOTO : ANTARA/Aditya Pradana Putra)
Aktivis dari lembaga Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) menunjukkan contoh sampah impor dalam aksi damai menuntut penghentian masuknya sampah impor di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (3/5/2021). Mereka juga menuntut pemerintah untuk tegas menindak perusahaan yang melakukan pencemaran dengan membuang limbah dari olahan sampah impor ke sejumlah sungai besar di Jawa, seperti Brantas, Bengawan Solo, Citarum, dan Ciujung karena merusak ekosistem setempat dan menganggu kenyamanan masyarakat sekitar. (FOTO : ANTARA/Aditya Pradana Putra)
inline
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah aktivis dari lembaga Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) menunjukkan contoh sampah impor dalam aksi damai menuntut penghentian masuknya sampah impor di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (3/5/2021).
Mereka juga menuntut pemerintah untuk tegas menindak perusahaan yang melakukan pencemaran dengan membuang limbah dari olahan sampah impor ke sejumlah sungai besar di Jawa, seperti Brantas, Bengawan Solo, Citarum, dan Ciujung karena merusak ekosistem setempat dan menganggu kenyamanan masyarakat sekitar
sumber : Antara