Ahad 04 Sep 2016 06:06 WIB

Pagi di Pasar Terapung Lok Baintan Martapura

.

Rep: Edwin Dwi Putranto/ Red: Yogi Ardhi Cahyadi

Seorang wanita tengah mendayung jukung (perahu khas Banjarmasin) di pasar terapung Martapura (Foto: Edwin Dwi Putranto) (FOTO : Edwin Dwi Putranto/Republika)

Diperlukan keterampilan khusus untuk bisa mengendalikan jukung di antara arus deras sungai. (Foto: Edwin Dwi Putranto) (FOTO : Edwin Dwi Putranto/Republika)

Pasar terapung Martapura. (Foto: Edwin Dwi Putranto) (FOTO : Edwin Dwi Putranto/Republika)

Wanita Banjar berjualan di atas jukung lengkap dengan pupur (bedak) dingin khas Banjar (Foto: Edwin Dwi Putranto) (FOTO : Edwin Dwi Putranto/Republika)

Pasar terapung Martapura. (Foto: Edwin Dwi Putranto) (FOTO : Edwin Dwi Putranto/Republika)

Hasil bumi yang diperdagangkan di pasar terapung Martapura. (Foto: Edwin Dwi Putranto) (FOTO : Edwin Dwi Putranto/Republika)

inline

REPUBLIKA.CO.ID, Matahari belum sepenuhnya terbut ketika puluhan Jukung (perahu tradisional suku Banjar) itu bergerak. Perahu-perahu itu mengalir di permukaan sungai seirama menuju pasar terapung Lok Baintan di tepi sungai Martapura, Kecamatan Sungai Tabuk, Banjar, Kalimantan Selatan.

Di atas jukung wanita-wanita itu dengan terampil mengedalikan laju jukung menembus kabut pagi. Udara dingin dan derasnya arus sungai seolah tak menjadi halangan.

Pasar terapung Lok Baintan adalah pasar terapung tradisional yang telah ada sejak jaman Kesultanan Banjar. Beragam dagangan berupa hasil bumi diperjualbelikan di sini.

Aktivitas perdagangan di pasar terapung tidak berlangsung lama. Paling lama hanya 3-4 jam saja. Kebanyakan transaksi dilakukan dengan sistem barter. Besaran dan keberimbangan jumlah hasil barter bergantung pada kesepakatan pada masing-masing pihak.

 

 

sumber : Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement