Rabu 12 Oct 2016 07:00 WIB

Jeepney, Angkot Jip Sisa Perang Dunia II (bagian kedua)

.

Rep: Raisan Al Farisi/ Red: Yogi Ardhi Cahyadi

Jeepney: Panjang badan Jeepney telah dimodifikasi hingga bisa memuat penumpang lebih banyak. (FOTO : Republika/Raisan Al Farisi)

Jeepney: Dengan kontrol ketat dari pemerintah, Perilaku mengemudi sopir jeepney lebih terkendali daripada sesama angkutan di Jakarta. (FOTO : Republika/Raisan Al Farisi)

Jeepney: Jeepney melintasi 'pedalaman' metropolitan Manila (FOTO : Republika/Raisan Al Farisi)

Jepney: Rute trayek jeepney ditulis di samping badan mobil (FOTO : Republika/Raisan Al Farisi)

Jepney: Terminal pemberhentian jeepney di Kota Manila, Filipina (FOTO : Republika/Raisan Al Farisi)

inline

REPUBLIKA.CO.ID, Kini, sulit menemukan mobil-mobil itu dalam keadaan aslinya. Hampir semua  jip telah mengalami perombakan. Mulai bodi didominasi bahan metal chrome hingga panjang mobil yang semakin bongsor. Setiap pemilik mobil menulis tangan tulisan trayek yang terpampang di samping kiri dan kanan Jeepney. 

 

Cara duduk penumpang Jeepney mirip dengan penumpang Bemo di Tanah Air. Penumpang harus duduk berhadapan dan lutut bersentuhan dengan penumpang di depannya. Dari sinilah istilah Jeepney muncul. Kendaraan jip dengan penumpang yang harus duduk saling bersentuhan lutut (bahasa Inggris: knee).

 

 

Membayar ongkos Jeepney pun tergolong unik. Ongkos sebesar 8 peso atau sekitar Rp 2 ribu, dibayarkan penumpang dengan cara estafet antarpenumpang sampai ke sopir.

sumber : Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement