Rabu 28 Aug 2019 03:01 WIB

Garam Langka dari Grobogan (1)

.

Rep: Yusuf Nugroho/ Red: Yogi Ardhi

Petani memindahkan air yang mengandung garam dari penampungan ke bilahan bambu di Desa Jono, Tawangharjo, Grobogan, Jawa Tengah. (FOTO : Yusuf Nugroho/Antara)

Petani menimba air yang mengandung garam untuk disalurkan ke panampungan di Desa Jono, Tawangharjo, Grobogan, Jawa Tengah. (FOTO : Yusuf Nugroho/Antara)

Petani memindahkan air yang mengandung garam dari penampungan ke bilahan bambu di Desa Jono, Tawangharjo, Grobogan, Jawa Tengah. (FOTO : Yusuf Nugroho/Antara)

Petani menyalurkan air yang mengandung garam melalui pipa di Desa Jono, Tawangharjo, Grobogan, Jawa Tengah. (FOTO : Yusuf Nugroho/Antara)

Petani menyalurkan air yang mengandung garam dari sumur ke penampungan. (FOTO : Yusuf Nugroho/Antara)

Deretan bilah bambu yang menampung air bahan baku garam. (FOTO : Yusuf Nugroho/Antara)

inline

REPUBLIKA.CO.ID, GROBOGAN -- Bertani garam biasanya dilakukan di kawasan pesisir, namun tidak bagi warga di Desa Jono, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Warga di daerah ini justru mampu memproduksi garam dari ladang yang letaknya jauh dari laut.

Produksi garam di desa Jono cukup unik dan langka karena bahan bakunya berasal dari air yang didapat dari sumur, bukan dari laut. Sumur tersebut memiliki sumber air asin, tidak pernah kering meskipun musim kemarau  serta mempunyai rasa yang lebih gurih bila dibandingkan dengan garam laut.

Proses pembuatan garam dimulai dengan menimba air dari sumur sedalam 25 meter, kemudian disalurkan melalui pipa-pipa yang terhubung dengan penampungan. Dari penampungan tersebut para petani memindahkan air ke bilahan bambu atau warga menyebutnya “klakah”. Bilahan bambu yang sudah berisi air itu dijemur di bawah terik matahari hingga mengkristal berbentuk garam yang siap dipanen. Proses pembentukan garam tersebut membutuhkan waktu 10 hari saat cuaca panas dan 15 hari saat cuaca mendung.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement