REPUBLIKA.CO.ID, Ketegangan antara Rusia dan Ukraina yang didukung oleh sekutu NATO kian memanas. Rusia menilai senjata-senjata NATO telah mulai membahayakan Moskow. Sebaliknya NATO menganggap Rusia memiliki opsi untuk menyerang Ukraina. Kondisi ini mengingatkan situasi yang terjadi pada 2014 ketika Rusia mencaplok Crimea menyusul ketegangan di Ukraina Timur.
Berikut ketegangan yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir.
22 November
Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengatakan bahwa Rusia akan meluncurkan serangan baru ke negaranya. Namun hal itu tergantung pada kekuatan Ukraina dan mitranya. Kekuatan Rusia di perbatasan diyakini mencapai 90 ribu personel.
23 November
Rusia menuding AS yang menjadi anggota utama NATO sedang menggelar latihan serangan nuklir di perbatasan Rusia.
23 November
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov membantah bahwa Rusia akan melakukan invasi ke Ukraina.
26 November
Kanselir Jerman Angela Merkel meminta Uni Eropa menyiapkan sanksi tambahan ke Rusia. Uni Eropa juga harus bersatu terkait penempatan pasukan Rusia di dekat perbatasan Ukraina.
29 November
Sekjen NATO Jens Stoltenberg mengingatkan Rusia agar tidak melancarkan agresi ke Ukraina. Jika agresi itu terjadi, maka harus dibayar dengan harga mahal.
30 November
Menlu Rusia Sergey Lavrov menuding NATO telah mengumpulkan sejumlah besar alat militer di perbatasan Rusia.
1 Desember
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy ingin bicara dengan Moskow untuk mengakhiri ketegangan.
1 Desember
AS mengaku memiliki bukti bahwa Rusia telah punya rencana untuk menyerang Ukraina.
2 Desember
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan Menlu AS Antony Blinken bertemu bahas konflik Ukraina.