REPUBLIKA.CO.ID, RAKHINE -- Ribuan orang telah meninggalkan rumah mereka setelah dua hari terjadi kekerasan dalam krisis yang mendalam di negara bagian Rakhine di Myanmar. Minoritas Muslim Rohingya melarikan diri ke perbatasan Bangladesh, namun penjaga perbatasan Bangladesh memaksa mereka kembali ke Myanmar.
Kekerasan meletus saat gerilyawan Rohingya menyerang 30 kantor polisi pada hari Jumat dan bentrokan berlanjut hingga Sabtu. Lebih dari 100 orang, sebagian besar gerilyawan, telah dilaporkan terbunuh.
Puluhan ribu orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh, menuduh pemerintah Myanmar melakukan penganiayaan etnis. Editor regional BBC untuk Asia Pasifik, Michael Bristow mengatakan, ekstrimisme tumbuh di warga Rohingya akibat pembatasan yang dihadapi kelompok tersebut.
Namun sekitar 3.000 orang Rohingya telah berhasil memasuki negara tersebut dan mencari perlindungan di kamp-kamp dan desa sejak Jumat. Seorang koresponden kantor berita di sebuah kamp darurat di Balukhali mengatakan, banyak yang membawa cerita horor dari balik perbatasan.
"Mereka melepaskan tembakan begitu dekat sehingga saya tidak dapat mendengar apapun sekarang," kata Mohammad Zafar, (70 tahun). Orang-orang Buddha bersenjata, ujar Zafar, telah menembak mati kedua putranya di sebuah ladang. "Mereka datang dengan tongkat untuk mendorong kami ke ke perbatasan," ujar Amir Hossain, (61 tahun).